Rabu, 13 November 2013

Sinopsis cerpen kartini karya Putu Wijaya



Sinopsis Cerpen “KARTINI”
Karya: Putu Wijaya

Suatu hari ketika masih subuh, rumah Pak Amat digedor oleh seorang tetangga muda. Bapak muda itu terlihat sangat bahagia karena istrinya baru saja melahirkan dengan selamat. Ia mendatangi Pak amat untuk mengabarkan hal tersebut. Selain itu, Bapak muda tersebut belum memikirkan nama untuk anaknya,ia kemudian meminta tolong pada pak Amat untuk member nama pada anaknya.Pak amat lalu berfikir sejenak, ia ingat hari Kartini baru saja lewat bebrapa hari. Ia lalau berkata “ beri nama Kartini”. Bapak muda itu pun tampak terpesona dengan nama tersebut. Pak Amat lalu berkata lagi “ Tak usah nama yang muluk-muluk,apalah artinya nama,biar anak itu sendiri yang mengubah namanya.Siapapun kamu sebut dia,kalau dia di didik dengan baik,dia akan jadi sejarah yang berguna bagi orang banyak.” Setelah berkata begitu, Pak Amat juga tak lupa memberi ucapan selamat. Bapak muda itu masih tertegun mendengar kata-kata Pak Amat. Tapi Pak Amat tidak memberinya kesempatan bicara lagi,ia langsung menutup pintu. Setelah masuk kembali kekamarnya,Pak Amat menggerutu karena tetangganya itu telah membangunkannya saat masih subuh,ia kesal karena istirahatnya tergangggu.Pak Amat juga kesal karena tetangganya malah bertanya nama untuk anak kepadanya.Menurutnya bapak itu belum siap punya anak,kalau sudah siap seharusnya ia telah menyiapkan nama terlebih dahulu.
Keesokan harinya, istri Pak Amat marah. Sebab Pak Amat dianggap sembarangan member nama pada anak orang.Pak Amat terus membela diri,ia mengatakan nama Kartini sangat bagus,karena itu nama pahlawan.Hingga akhirnya istri Pak Amat berkata bahwa sejak 5 bulan lalu menurut prediksi dokter, anak tetangga mereka adalah laki-laki. Mana mungkin anak laki-laki diberi nama Kartini.Mendengar hal itu Pak amat langsung terbengong-bengong, ia merasa sangat bersalah.Dirinya merasa terlalu tergesa-gesa,tidak mau bertanya tentang jenis kelamin anak tersebut terlebih dahulu.
Pak Amat lalu bergegas ke rumah tetangganya tersebut, bapak muda itu sudah hampir berangkat ke klinik menjemput istri dan anaknya. Lalu dengan salah tingkah Pak Amat meminta maaf karena sembarangan member nama. Tapi Bapak muda itu malah berterima kasih pada Pak Amat karena nama Kartini itu sangat bagus. Pak Amat lalu berusaha melarang agar tidak menggunakan nama itu. Tapi bapak muda itu tetap bersikeras menggunakan nama itu, ia bahkan berkata “Tapi Raden Ajeng Kartini kan pahlawan Pak Amat. Saya harap nanti anak saya akan berguna kepada bangsa seperti Kartini.Itu kan nama pemberian Pak Amat”. Pak Amat bingung, ia fikir bapak muda itu menyindirnya,karena telah member nama yang sembarangan. Pak Amat masih melarang,namun bapak muda itu segera pergi ke klinik.

Pak amat lalu pulang menemui istrinya,ia berkata “Aku kira dia tersingung dan menyindir. Masak aku kasih nama anak lakinya dengan nama perempuan,” curhat Amat malam hari di meja makan. Istrinya lalu mengingatkan agar lain kali tidak berkata sembarangan. Karena merasa sangat bersalah,ia pun menunggu tetangganya pulang dari kelinik. Setelah larut malam mereka akhirnya pulang. Pak Amat kemudian menghampiri, ia tetap melarang anak itu di beri nama Kartini. Tapi bapak muda itu juga tetap ingin nama itu yang di pakai. Pak Amat semakin bingung, ia lalu berkata “ RA kartini pasti senang jika perjuangannya menyetarakan hak perempuan degan laki-laki ada yang melanjutkan. Tapi tidak usah sampai mengubah perempuan itu menjadi laki-laki dan merubah laki-laki menjadi perempuan”. Bapak muda itu berkata ia mengerti maksud Pak Amat. Lalu Pak Amat berkata “Kalau begitu jangan kasih nama anakmu Kartini!” “Tidak bisa Pak, sudah dicatatkan dalam akte kelahirannya” jawab Bapak muda itu.
Pak Amat yang sangat bingung lalu berkata “Tapi kamu tidak boleh mengubah anak lelaki menjadi perempuan!” “Anak saya perempuan Pak, bukan lelaki seperti yang diramalkan oleh Dokter, jawab bapak muda tersebut dengan senyum yang mengembang dibibirnya. Mendengar itu tentu saja raut muka Pak Amat langsung beruba antara kesal dan malu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar